Rabithah Alawiyah Jember Jl. Hayam Wuruk 203 Jember, Rek. BCA : 024 020 6927

Sabtu, Juni 27, 2009

Habib Alwi Bin Abdullah Bin Syaikh Abubakar Wafat

Segenap Pimpinan dan Anggota Rabithah Alawiyah Jember turut Berduka Cita Atas Wafatnya Habib Alwi Bin Abdullah Bin Syaikh Abubakar Balung Jember. Semoga Keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan Segala amalnya diterima disisi Allah SWT. Alhabib Alwi wafat tanggal 25 Juni 2009 dalam usia 70 tahun, beliau putra ke 5 habib Abdullah Balung.


baca selengkapnya..

Rabu, Juni 24, 2009

Habib Alwi Bin Agil Wafat

Segenap Pimpinan dan Anggota Rabithah Alawiyah Jember turut Berduka Cita Atas Wafatnya Habib Alwi Bin Agil Bin Agil Puger Jember. Semoga Keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan Segala amalnya diterima disisi Allah SWT.Almarhum meninggal pada 23 Juni 2009 di Jember dan di makamkan pada 24 Juni 2009 bakda dhuhur di Puger Jember


baca selengkapnya..

Rabu, Juni 10, 2009

Keutamaan Ahlu Bait Nabi SAW

oleh : Ust.Ali bin Hasan Al Bahar
Pendahuluan
“Semua yang berkaitan dengan kekasih niscaya akan berharga,dari mulai yang terkecil sampai yang terbesar,semua yang berkaitan dengan seorang yang agung maka akan menjadi agung juga” begitu kira-kira logika sederhana yang telah disepakati.
Nabi Muhammad saw adalah kekasih Allah yang paling utama dan Manusia yang sangat diagungkan oleh Allah,almarhum Sayyid Abdullah bin shiddiq algumari alhasani(seorang pakar tafsir,hadits,ushul fiqh berasal dari Maroko)mengukuhkan keagungan tersebut dengan menulis karya yang berjudul dalalah alquran almubin ala annanabi afdhal alalamin disana beliau memaparkan argumen-argumen eksplisit maupun implisit dari Alquran yang menegaskan hal tersebut .

Konsekwensi logis dari semua itu maka semua yang berkaitan dengan beliau saw –termasuk Ahlulbaitnya- akan berharga dan agung disisi Allah dan disisi semua yang taat dan patuh kepada Allah.


Pengertian Ahlul bait menurut bahasa dan istilah


Menurut imam al-ragib alshfahani(dalam kitab mufrodarat):”ahli sorang laki-laki ialah siapa saja yang berkumpul atau bersatu dengan laki-laki itu nasabnya,agamanya atau yang bekerjasama dalam usaha atau tingal di dalam rumahnya,atau tingal dalam satu negeri dengannya.maka yang disebut Ahlu Bait Nabi saw ialah semua orang yang ada hubungan keluarga dengan Nabi saw yaitu berdasarkan firman Allah swt انما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت.....”


Ahlul Bait menurut Alquran dan Sunnah Rasul SAW


Berdasarkan dalil dalil dari ayat-ayat Alqur’an dan sunnah Rasulullah saw, kitab-kitab tafsir dan hadist menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Ahlul Bait saw adalah limaorang yaitu Rasulullah SAW, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Dari ummu Salamah diriwayatkan ketika turun ayat Alqur’an(al-ahzab:33) :


\"...انما يريد الله ليذهب عنكم الرجس اهل البيت و يطهركم تطهيرا...\"


Ia berkata : Maka Rasulullah saw memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husein. Lalu berkata : Mereka adalah Ahlul Baitku ( هؤلاء اهل بيتي).(Mustadrok shohihain 3/158)


Berkata Aisyah ra, ‘sesungguhnya lelaki yang paling dicintai Rasulullah saw adalah Ali as, aku melihat dia dalam surban Rasul saw bersama Fathimah, Hasan dan Husein. Maka Rasul saw berkata : اللهم هؤلاء أهل بيتي (Tarikh Dimasyq 2/163-164) . kata Ahlul Bait bukanlah bermakna orang yang tinggal dalam satu rumah, tapi kata itu bermakna keluarga rumah kenabian, mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan dalam naungan asuhan risalah, yang tumbuh dalam keadaan suci dan berilmu. Diriwayatkan ketika Rasulullah saw membaca firmah Allah swt (Annur :36):


\".. في بيوت أذن الله أن ترفع و يذكر فيها اسمه..\"


“Bertasbihlah kepada Allah dirumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya didalamnya”


Rasul saw ditanya : apakah yang dimaksud dengan rumah-rumah dalam ayat tersebut. Rasul saw menjawab “rumah para nabi.” Berkata Abu Bakar, ‘Ya Rasulullah apakah ini termasuk rumah mereka (Fathimah dan Ali)? Berkata Rasul saw, Ya(al dur almantsur 5/50,ruhul ma`ani 18/174).


Ali bin Abi Tholib as berkata :

نحن بيت النبوة و معدن الحكمة,أمان لأهل الأرض و نجاة لمن طلب



‘Kami (Ahlul Bait) adalah Ahli rumah kenabian, tambang hikmah, pengaman bagi penduduk bumi dan keselamatan bagi yang menginginkannya’(natsrudduror 1/310)


Berkata Husein bin Ali bin Abi Tholib as :

إنا اهل بيت النبوة

“Sesungguhnya Kami adalah Ahlul Bait kenabian “(al-khowarizmi 1/184)


kekhususan Ahlulbait Nabi

a- Ahlulbait diharamkan menerima sedekah

b- Ahlulbait memiliki Nasab dan asalusul yang mulia

c- Nasab Ahlulbait tidak akan putus sampai hari kiamat

d- Ahlulbait Mendapat gelar Syarif

e- Ahlulbait memiliki lembaga yang menjaga kesahihan Nasab

f- Ancaman bagi yang membenci dan menzalimi Ahlulbait

g- Kewajiban mencintai Ahlulbait

h- Hak menerima Shalawat

i- Hak menerima Ganimah dan Fai(Khumus).(bacaIdrus masyhur:Keutamaan Ahlul Bait Nabi dalam Alquran dan Sunnah)



Ahlulbait di mata ulama kelompok pengingkar



Pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim



Ibnu Taimiyyah seorang ulama yang diandalkan oleh golongan peng- ingkar didalam kitabnya Risholatul-Furqan halaman 163 mengetengahkan pembahasan mengenai aal (ahlul-bait) Muhammad Rasulallah saw. Banyak hadits shohih yang dikemukakan sebagai dasar dan sekaligus juga sebagai dalil. Salah satu diantaranya ialah Hadits Tsaqalain yang diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam ra. Hadits ini oleh Ibnu Taimiyyah disebut dalam pembahasannya mengenai ta’rif(definisi) aal Muhammad saw. Hadits tersebut ialah :



“..Dan kutinggalkan kepada kalian dua bekal (berat).Yang pertama adalah Kitabullah, didalamnya terdapat petunjuk dan cahaya terang. Ambillah (terimalah) Kitabullah itu dan berpeganglah teguh padanya… dan (yang kedua) ahlu-baitku. Kalian kuingatkan kepada Allah mengenai ahlu-baitku…kalian kuingatkan kepada Allah mengenai ahlu-baitku ! Kalian ku ingatkan kepada Allah mengenai ahlu-baitku”.


Dalam pembicaraannya mengenai hak-hak ahlu-bait Rasulallah saw. dalam kitabnya yang berjudul Al-Washiyyatul-Kubra halaman 297, Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Demikianlah, para anggota keluarga (ahlu-bait) Rasulallah saw. mempunyai beberapa hak yang harus dipelihara dengan baik oleh umat Muhammad. Kepada mereka Allah swt. telah memberi hak menerima bagian dari seperlimaghanimah(harta rampasan perang), yang ketentuannya telah ditetapkan Allah swt. dalam Al-Qur’anul Karim (S.Al-Anfal:41). Selain hak tersebut mereka juga mempunyai hak lain lagi, yaitu hak beroleh ucapan shalawat dari ummat Muhammad saw., sebagaimana yang telah diajarkan oleh beliau saw. kepada ummatnya, agar senantiasa berdo’a sebagai berikut



“Ya Allah limpahkanlah sholawat kepada Muhammad dan kepada aal (ahlu-bait, keluarga) Muhammad, sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan aal Ibrahim. Sesungguhnyalah Engkau Maha Terpuji lagi maha Agung. Berkatilah Muhammad dan aal Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim dan aal Ibrahim”.



Sekaitan dengan hak atas ucapan sholawat yang diperoleh aal atau ahlu-bait Rasulallah saw., Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang sama ini mengetengahkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ka’ah bin Syajarah beberapa saat setelah surat Al-Ahzab : 56 turun. Kata Ka’ah: “Kami para sahabat bertanya: ‘Ya Rasulallah, kami telah mengetahui bagaimana cara mengucapkan salam kepada anda, tetapi bagaimanakah cara kami mengucapkan sholawat kepada anda’? Rasulallah saw. menjawab: ‘Ucapkanlah: Ya Allah, limpahkan- lah sholawat kepada Muhammad dan kepada aal Muhammad’ ”.



Didalam kitabnya yang berjudul Darajatul-Yaqin halaman 149, Ibnu Taimiyyahmenyatakan: “Dalam kehidupan ummat manusia tidak ada kecinta an yang lebih besar, lebih sempurna dan lebih lengkap daripada kecintaan orang-orang beriman kepada Allah, Tuhan mereka. Di alam wujud ini tidak ada apa pun yang berhak dicintai tanpa karena Allah. Kecintaan kepada apa saja harus dilandasi kecintaan kepada Allah swt.. Muhammad saw. dicintai ummatnya demi karena Allah, ditaati karena Allah dan di ikuti pun karena Allah. Yakni sebagaimana yang difirmankan Allah swt. dalam Al-Qur’anul-Karim (S.Aali ‘Imran : 31): ‘(Katakanlah hai Muhammad): Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian’ “!



Begitu juga sebagai bukti tentang betapa hormat dan betapa besar kecintaan para sahabat Nabi kepada ahlu-bait beliau saw, Ibnu Taimiyyah dalam Al-Iqtidha halaman 79 berkata: “Lihatlah ketika khalifah Umar ra. menetapkan daftar urutan pembagian jatah tunjangan dari harta Allah (Baitul-Mal) bagi kaum muslimin. Banyak orang yang mengusulkan agar nama Umar bin Al-Khattab ditempatkan pada urutan pertama. Umar tegas menolak; ‘Tidak! Tempatkanlah Umar sebagaimana Allah menempatkannya!’. Umar kemudian memulai dengan para anggota ahlu-bait Rasulallah saw. Kemudian menyusul orang-orang lain hingga tiba urutan orang-orang Bani ‘Adiy kabilah Umar ra sendiri. Mereka itu (para penerima tunjangan) adalah orang-orang Quraisy yang sudah jauh terpisah hubungan silsilahnya. Namun urutan seperti itu tetap dipertahankan oleh Khalifah Umar dalam memberikan hak-hak tertentu kepada mereka. Pada umumnya ia lebih mendahulukan orang-orang Bani Hasyim daripada orang-orang Quraisy yang lain. Mengapa demikian?



Ibnu Taimiyyah selanjutnya menjelaskan: Karena orang-orang Bani Hasyim adalah kerabatRasulallah saw., mereka diharamkan menerima shadaqah atau zakat, dan hanya diberi hak menerima bagian dari seperlima jatah pembagian ghanimah. Mereka adalah orang-orang yang termasuk dalam lingkungan ahlu-bait Rasulallah saw. Dan ahlu-bait beliau adalah orang-orang yang dimaksud dalam firman Allah swt. (Al-Ahzab : 33): “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak melenyapkan kotoran (rijs) dari kalian, hai ahlul-bait, dan hendak mensucikan kalian sesuci-sucinya”.



Karena shadaqah atau zakat itu merupakan kotoran (dari harta orang lain), mereka diharamkan menerimanya, dan sebagai gantinya mereka dihalalkan menerima bagian dari seperlimapembagian ghanimah. Ibnu Taimiyyah mengetahui, bahwa dikalangan ummat Islam terdapat dua pandangan terhadap cucu Rasulallah saw. Al-Husain ra.Ada yang mencintainya sebagai ahlu-bait Rasulallah saw. dan ada pula yang karena kepentingan kekuasaan mereka membencinya, bahkan memeranginya turun-temurun. Dalam sebuah Risalah khusus yang disusun Ibnu Taimiyyah mengenai tragedi pembantaian Al-Husain ra. di Karbala oleh pasukan daulat Bani Umayyah, ia (Ibnu Taimiyyah) berkata:



“Allah memuliakan Al-Husainbersama anggota-anggota keluarganya dengan jalan memperoleh kesempatan gugur dalam pertempuran membela diri, sebagai pahlawan syahid. Allah telah melimpahkan keridhoan-Nya kepada mereka karena mereka itu orang-orang yang ridho bersembah sujud kepada-Nya. Allah merendahkan derajat mereka yang menghina Al-Husain ra. beserta kaum keluarganya. Allah menimpakan murka-Nyakepada mereka dengan menjerumuskan mereka kedalam tingkah laku durhaka, perbuatan-perbuatan dzalim dan memperkosa kehormatan martabat Al-Husain ra dan kaum keluarganya, dengan jalan menumpahkan darah mereka. Peristiwa tragis yang menimpa Al-Husain ra pada hakikatnya bukan lain adalah nikmat Allah yang terlimpah kepadanya, agar ia beroleh martabat dan kedudukan tinggi sebagai pahlawan syahid. Suatu cobaan yang Allah tidak memperkenankan terjadi atas dirinya pada masa pertumbuhan Islam (yakni masa generasi pertama kaum muslimin). Cobaan berat pun sebelum Al-Husain ra telah dialami langsung oleh datuknya, ayahnya dan paman-pamanya (yakni Rasulallah saw., Imam Ali bin Abi Thalib ra., Ja’far bin Abi Thalib ra dan Hamzah bin ‘Abdul Mutthalib ra)”.



Didalam kitabnya Al-Iqtidhahalaman 144 Ibnu Taimiyyah tersebut lebih menekankan: “Allah melimpahkan kemuliaan besar kepada cucu Rasulallah saw., Al-Husain ra, dan pemuda penghuni sorga bersama keluarganya, melalui tangan-tangan durhaka. (Itu merupakan pelajaran) musibah apa pun yang menimpa ummat ini (kaum muslimin) wajib mereka hadapi dengan sikap seperti yang diambil oleh Al-Husain ra dalam menghadapi musibah”.



Ibnu Taimiyyah menyebut pula sebuah hadits yang menerangkan bahwasanya Rasulallah saw. pernah berkata kepada para sahabat: “Cintailah Allah, karena Allah mengaruniai kalian berbagai nikmat, maka hendaknyalah kalian mencintaiku karena kecintaan kalian kepada Allah, dan cintailah anggota-anggota keluargaku (ahlu-bait dan keturunanku) demi kecintaan kalian kepadaku ”. Demikianlah Ibnu Taimiyyah dalam kitab-kitabnya yang tersebut diatas ini.



Mari kita ambil sebagian keterangan dari Syeikh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Jala’ul-Afham membicarakanahlubaitun-nubuwwah (keluarga para Nabi) Ibnu Qayyim menulis dikitab tersebut diatas :



“Dari mulai nabi Ibrahim as. hingga ahlu-bait Muhammad saw., keluarga silsilah keturunan Nabi Ibrahim as. adalah keluarga-keluarga yang diberkati dan disucikan Allah swt. karena itu mereka adalah silsilah keluarga yang paling mulia diantara semua ummat manusia. Allah swt. berkenan menganugerahkan berbagai keistimewaan dan keutamaan kepada mereka ini. Allah swt. telah menjadikan Nabi Ibrahim as. dan keturunannya sebagai Imam (pemimpin) bagi seluruh ummat manusia sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Al-Baqarah:125. ‘Nabi Ibrahim dan putranya Ismail membangun baitullah (rumah Allah) Ka’bah yang kemudian oleh Allah ditetapkan sebagai kiblat kaum mu’minin dan untuk menunaikan ibadah haji’.


Begitu juga Allah swt. telah memerintahkan semua orang yang beriman agar bersholawat pada Nabi Muhammad saw. dan keluarga (aal) beliau seperti sholawat yang diucapkan bagi Nabi Ibrahim dan keluarga (aal) beliau. Allah swt. telah menjadikan baitun nubuwwah(keluarga Nabi Ibrahim as dan keturunannya hingga Nabi Muhammad saw. dan keturunannya) sebagai ‘furqan’ (batas pemisah kebenaran dan kebatilan). Bahagialah manusia yang mengikuti seruan dan jejak mereka dan celakalah mereka yang memusuhi dan menentangnya.



Allah swt. telah menciptakan dua ummat manusia terbesar didunia yaitu umat Musa as dan ummat Muhammad saw. sebagai ummat-ummat terbaik dalam pandangan Allah, guna melengkapi jumlah 70 ummat yang diciptakan-Nya. Allah swt. melestarikan kemuliaan baitun nubuwwah sepanjang zaman dengan melalui disebut-sebutnya keagunganmereka dan keluarga serta keturunan mereka, sebagaimana firman-Nya dalam surah Ash-Shaffat :108-110.



Kesemuanya itu merupakan berkahdan rahmat Allah swt. yang telah di limpahkan kepada baitun-nubuwwah. Diantara mereka itu ada yang memperoleh martabat tinggi dan keutamaan-keutamaan lain, seperti Nabi Ibrahim sebagai Khalilullah ; Nabi Isma’il diberi gelar Dzabihullah , Nabi Musa didekatkan kepada-Nya dan dianugerahi gelar Kalimullah, Nabi Yusuf dianugerahi kehormatan dan paras indah yang luar biasa, Nabi Sulaiman dianugerahi kerajaan dan kekuasaan yang tiada bandingnya dikalangan ummat manusia, Nabi Isa diangkat kedudukannya ke martabat yang setinggi-tingginya dan Nabi Muhammad saw. diangkat sebagai penghulu semua Nabi dan Rasul serta sebagai Nabi terakhir pembawa agama Allah, Islam.



Mengingat kemuliaan martabat baitun-nubuwwah yang dimulai sejak nabi Ibrahim a.s. secara turun-temurun hingga Nabi Muhammad saw., maka tidak lah mengherankan jika beliau saw. mewanti-wanti ummatnya supaya menghormati, mengakui kemuliaan terhadap ahlubait dan keturunannya. Ini bukan semata-mata hanya karena keagungan martabat beliau saw. sendirisebagai Nabi dan Rasul, melainkan juga karena kemuliaan baitun-nubuwwah yang telah ditetapkan Allah swt. sejak Nabi Ibrahim a.s. Itulah rahasia besar yang terselip didalam Hadits Tqalain dan hadits-hadits lainnya yang berkaitan dengan kedudukan ahlubait keturunan Rasulallah saw.”. Demikianlah sebagian keterangan Syeikh Ibnu Qayyim dalam kitabnya Jala’ul-Afham mengenai keutamaan baitun-nubuwwah


Pendapat Syeikh Abdul ‘Aziz Bin Baz



Mufti resmi kerajaan Saudi Arabiasalah satu ulama dari golongan Wahabi Syeikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz pernah ditanya oleh saudara kita dari Iraq mengenai anak cucu Rasulallah saw. yang memperlakukan orang lain dengan perlakuan yang tidak semestinya mereka lakukan. Jawaban Syeikh terhadap pertanyaan saudara dari Iraq ini dimuat dalam majalah ‘AL-MADINAH’ halaman 9 nomer 5692 tanggal 07- Muharram 1402 H bertepatan tanggal 24 oktober 1982 sebagai berikut:


“Orang-orang seperti mereka (cucu Nabi saw.) itu terdapat diberbagai tempat dan negeri. Mereka terkenal juga dengan gelar ‘Syarif ’. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang mengetahui



Pendapat Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)



H.Rifai, seorang Indonesia Islam yang tinggal di Florijn 211, Amsterdam Bijlmermeer, Belanda pada tanggal 30 desember 1974 telah mengirim surat kepada Menteri Agama H.A. Mukti Ali dimana ia mengajukan pertanyaan, ‘Benarkah habib Ali Kwitang dan habib Tanggul keturunan Rasulallah saw.’ ?, dan mohon penjelasan secukupnya mengenai beberapa hal.



Oleh Menteri Agama hal ini diserahkan kepada Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) untuk menjawabnya melalui Panji Masyarakat, dengan pertimbangan agar masalahnya dapat diketahui umum dan manfaatnya lebih merata. Sebagian isi yang kami kutip mengenai penjelasan Prof.Dr.H. HAMKA tentang gelar Sayyid yang dimuat dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 sebagai berikut:



“Rasulallah saw. mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau saw. dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf. Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina.



Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.



Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.



Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadra- maut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.



Dalam pergolakan aliran lama dan aliran baru di Indonesia , pihak Al-Irsyadyang menantang dominasi kaum Ba’alwi (Alawiyyun), menganjurkan agar yang bukan keturunan Al-Hasan dan Al-Husain memakai juga titel Sayyid dimuka namanya. Gerakan ini sampai menjadi panas. Tetapi setelah keturun an Arab Indonesia bersatu, dengan pimpinan A.R.Baswedan, mereka anjurkan menghilangkan perselisihan dan masing-masing memanggil temannya dengan ‘Al-Akh’artinya Saudara.



Selanjutnya kesimpulan dari makalah Prof.Dr.HAMKA: Baik Habib Tangguldi Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang, Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah/Iraq ke Hadramaut, dan Ahmad bin Isa ini cucu yang ke tujuh dari cucu Rasulallah saw. Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.”. (Demikianlah nukilan dan susunan secara bebas mengenai penjelasanProf.Dr.HAMKA tentang gelar Sayyid).



(sumber:www.pondokhabib.wordpers.com/tgl7-5-2009 jam21:00 WIB)



Penutup


Tidak ada yang meragukan kemuliaan dan keutamaan Ahlulbait,argumen-argumen mengenai hal tersebut sangat kuat,semua usaha untuk menghilangkan kemulian Ahlulbait memang banyak dilakukan oleh kelompok tertentu dengan berbagai macam cara,namun semua tidak pernah berhasil secara ilmiyah(baca Hasan bin Ali Assaqqaf:Shahih Shifat Shalat Nabi,Shahih Syarh Aqidah Thahawiyah,Majmu` Rosail Assaqqaf,Tanaqudhat Albani),dalam waktu yang sama ada juga kelompok yang berlebihan dalam mengagungkan Ahlul bait(baca Abubakar alMasyhur aladani: ihya manhajiyyah annamath alawsath),sehingga kedua kelompok tersebut yang membuat nama baik Ahlulbait menjadi tercemar,yang terbaik dari itu semua adalah yang berada pada posisi yang tepat, mencintai menghormati sesuai aturan ajaran islam(Annamath alawsath:jalan tengah)tidak ekstrim ,Imam Ali zainal abidin ra mengatakan:

أحبونا حبّ الاسلام..فو الله ما زال بنا ما تقولون حتى بغـّضتمونا الى الناس” cintailah kami cinta yang sesuai dengan islam..demi Allah senantiasa apa yang kamu sekalian katakan tentang kami sampai kamu membuat orang membenci kami”(thaqath alkubro 5/214).

Wallahu a`lam...
Dilansir dari rabithah.net



baca selengkapnya..

About This Blog

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP